Mengenai pemberian nama Desa Penglumbaran sampai sekarang belum jelas asal usulnya, tetapis secara leksikal Penglumbaran berakar Kata “ Umbar “ atau “ Mengumbar “ artinya memberikan lepas disuatu tempat / Daerah misalnya Binatang ternak . Jadi Penglumbaran berarti Tempat / Daerah Pengembala Ternak atau Tempat / Daerah yang sangat cocok untuk pemeliharaan Ternak .
Selanjutnya berdasarkan tinjauan historis pemberian nama Desa Penglumbaran mempunyai sejarah yang cukup unik.
Berdasarkan “ Pepakem Bangli “ bahwa pemberian nama Desa Penglumbaran pada mulanya adalah untuk menyebut sebuah Daerah sebagai tempat pengembalaan kerbau . Ternak Kerbau yang dipelihara itu merupakan sisanya setelah sebagian dipergunakan untuk kepentingan pelaksanaan Upacara di Pura Kehen Bangli. Adapun batas arial dari pemeliharaan ternak kerbau tersebut : Batas utaranya sampai SD ( Sekolah Dasar ) I Tiga. Sekarang dimana pada batas utara areal peternakan tersebut dibuatan sengkedan ( pangkedan dalam bahasa Bali ) yang menunjang dari Barat ke Timur sampai ditepi Sungai disebelah Timur Dusun Tiga untuk menghidari agar Krbaunya tidak pergi ke Utara, sedangkan Batas Selatannya adalah sampai pada sebelah Utara Pura Dalem Penglumbaran Kawan, disana dibuatkanPagar dari barat sampaik ke Timur untuk menghidari agar Kerbaunya lewat ke Selatan areai tersebut Sepenuhnya adalah milik ( Duwe Puri ) Kilian Bangli Penglumbaran yang dimaksud pada waktu itu adalah masih jadi satu antara Penglumbaran Kawan dengan Penglumbaran Kangin dan Penglumbaran Anyar ( Desa Tiga ).
Sebagai bukti historis yang masih ada sampai sekaran adalh adanya Pura Penyngsungan yang terdapat di tepi Selatan Jalan Dusun Tiga Kangin wilayah Desa Tiga ( lihat peta lokasi Desa Penglumbaran). Konon tempat tersebut merupakan tempat Pemujaan Dewi Ludra agar Ternak yang dipelihara disana dapat hidup dan berkembang biak dengan baik ( sekarang Pura tersebut diamong )disungsung oleh masyarakat ( Penglumbaran Kangin dan Penglumbaran Anyar ) dibuatkannya daerah peternakan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan memelihara kerbau guna kepentingan Upacara di Pura Kehen, selanjutnya tadisi tersebut sudah mulai sejak Pemerintahan Raja Bangli yang pertama yang bernama I Dewa Gede Den Bencingah . Menurut Buku sejarah Bali yang diterbitkan oleh Departemen Agama Hindu Propinsi Daerah Tingkat I Bali kerajaan Bangli diperkirakan berdiri tahun 686 (abad ke 17 ) setelah runtuhnya Kerajaan Gelgel. Daerah Peternakan ini mulai berakhir pada waktu Kerajaan Bangli diPerintah oleh I Dewa Gede Taman, karena sudah mulai dengan cara mudah untuk mencari Kerbau guna kepentingan Upacara . Untuk jelasnya kami cantumkan pula urutan Raja – raja Bangli yang pernah memerintah Kerajaan Bangli :
Raja 1. I . Dewa Gede Den Bencingan
I I . Dewa Ayu Den Bencingah
III. I Dewa Gede Tangkeban
I Dewa Agung Cokorde
VII. I Dewa Gede Rai
VIII. I Dewa Gede Alit ( beberapa tahun )
X . Anak Agung Ketut Ngurah
Selanjutnya sesuai dengan perkembangan sejarah Desa maka dengan terbentuknya dan adanya pembagian wilayah Desa oleh Raja Bangli ( I Dewa Gede Taman ) daerah peternakan ini dijadikan sebuah Desayang terdiri dari 8 ( delapan ) Banjar Adat, tetapi secara adminstrasi Penglumbaran yang sekarang karena yang paling dulu masih menjadi satu. Penglumbaran yang sekarang karena yang paling dulu adalah Penglumbaran Kawan dan selanjutnya karena yang menjadi Kepala Desa yang Pertama bersal dari Penglumbaran Kawan maka Desanya pun diberikan nama Desa Penglumbaran. Dari 8 Desa / Banjar Adat sebagaimana disebutkan diatas kenyataannya sekarang hanya terdapat 8 Banjar Dinas dan 7 Desa /Banjar Adat.
Adapun yang pernah menjabat Pimpinnan / Perbekel / Kepala Desa Penglumabran dari tahun 1946 sampai sekarang adalah sebagi berikut :
I . Ida Kakiang Gunung
II . Ida Aji Lempung
III . Ida Aji Gunung
IV . Ida Bagus Benceng
V . I Wayan Rantun
Setelah uraian ringkas mengenai pemberian nama Desa Penglumbaran dan perkembangannya sebagai sebuah Desa yang otonum, perlu pula penulis tambahkan disini bahwa mengenai tahun masa Pemerintahan dari Raja – raj Bangli belum ada bukti – bukti sejarah yang autentik.
Selanjutnya kami uraikan sejarah leluhur / Nenek Moyang mengenai asal usul dari masing – masing Dusun / Banjar.
1.Dusun/ Banjar Penglumbaran Kawan
Pada mulanya para Leluhur masyarakat Dusun Penglumbaran Kawan hanya berjumlah 6 ( enam) orang yang merupakan para oknum / abdi dari Kerajaan Bangli yang memang sangat disayang oleh karena itu sebagai tanda jasa atas pengabdiaannya oleh Raja Bangli ( Dewa Ayu Den Bencungah ) diberikan tempat di Penglumbaran Kawan sekarang, seluas 11 ha dengan tugas utamanya sebagai pemelihara ternak kerbau.
Sesuai dengan informasi yang kami dapat kami peroleh bahwa masyarakat Dudun Tiga Kawan berasal dari Penglipuran . Menurut penuturan dari I Wayan Margi satu – satunya orang tua yang masih hidup sampai sekarang mengungkapkan, Tiga Kawan semula merupakan wilayah Desa Tiga dan masih berupa hutan lebat . Kemudian oleh Mekel Tiga disarankan kembali oleh Raja Bangli . Mengingat antara Mekel Tiga dengan Mekel Penglipuran bersahabat. Peristiwa tersebut diperkirakan terjadi sebelum Gunung Batur meletus atau diperkirakan sekitar tahun 1971. Mengenai luas areal tersebut sekitar 47 ha lebih yang semula ditempati oleh 15 KK, sehingga sampai sekarang ayah gedenya berjumlah 15 KK, menurut asal usul masyarakat Penglipuran berasal dari Bayung yang merupakan keturunan Bali Aga, maka masyarakat Tiga Kawanpun adat istiadatnya masih persis Desa Bayng .
3.Dusun / Banjar Serai, Kembangmerta dan Temen
Dalam uraian ini ketiga Dudun ini dijadikan satu, karena sesuai dengan asal usulnya nenek moyangnya berasal dari daerah yang sama yaitu : dari Tanggahan Peken, Desa Sulahan yang semula berdomisili Serai berjumlah 7 KK, termasuk Mekel Tanggahan Peken demikian dikemukan oleh I Wayan Rantun ( Kepala Desa Penglumbaran ). Dengan tujuan untuk mendirikan tempat hidup yang lebih baik , tapi sebelumnya telah ada yang berdomisili disana 1 ( satu KK. Yang sesuai dengan asalnya dari Desa Serai Belah Tanges Kintamani, konon menurut cerita ia adalah abdi di Puri Kilian Bangli, oleh karena itu diberikan lah tempat berdomisili yang sepenuhnya merupakan milik ( Duwe Puri Kilan Bangli ).Deangan demikian wajarlah nama Dusun itu diberikan nama “ Dusun Serai “ ( sekarang ). Kemudian makin lama di Serai sudah kepenuhan, maka sebagian masyarakat pindah ke Barat dan terbentuklah Dusun Kembangmerta,sesuai dengan maksudnya Kembangmerta ( Bunga Kehidupan ) karena di daerah ini merupakan tempat hidup yang baik bagi kehidupan masyarakat selanjutnya. Kemudian di daerah ini penuh ,maka sebagaian masyarakat pindah ke barat dan berdomosili di Dusun /Banjar Temen sekarang. Namum dalam uraian ini sangat perlu diisi dengan uraian tambahan mengenai pemberian Dusun /Banjar Temen. Temen dalam bahasa balinya berarti “ Seken “ atau “ Jelas “dalam bahasa Indonesia. Kata itu mempunyai sejarah tersendiri , karena masyarakat Temen menurut asal usul nenek moyang nya terbagi dua bagian selatannya merupakan pelarian dari Tenganan Karangasem dan Cagan Gianyar. Hal itu terjadi pada jaman Kerajaan Bangli, dimana pada masa itu antara Raja – raja di Bali terjadi pembrontakan – pembrontakan , sehingga banyak masyarakatnya yang terpaksa harus mengungsi keluar wilayah kerajaan untuk mendapat perlidungan . Begitu pula halnya dengan masyarakat dengan Dusun disebelah selatan yang meminta perlindungan Raja Bangli diterima dengan baik . Karena dengan tegas telah menyatakan diri untuk hidup dan bersatu dengan masyarakat Bangli, maka disebutlah “ Temen “. Bukti historisnya sampai sekarang ada berupa keris yang dibawa oleh leluhurnya dari Tenganan dulu, dan begitu pula dalam pelaksanaan upacara ngaben beberapa KK, dari masyarakat Dusun Temen bagian Selatan ini tidak memakai tempat api ( Tatakan api dalam bahasa Bali ) dan ia lansung membakar mayat diatas lubang kuburan, karena menurut cerita bahwa dialah yang memiliki Pulau Bali ini ( Asli ), makanya sering disebut “ Bali Age” oleh karena itu Dusun Temen merupakan satu Desa Adat.
Berdasarkan informasi yang penulis terima dari beberapa informasi yaitu :1. I Nyoman Kita ( Bendesa Adat Seribatu ), 2. I Nengah Diara ( Penyarikan Seribatu ), 3. I Wayan Mentik ( Tokoh Tua Dusun Seribatu ) dijelaskan bahwa berdasarkan Raja Purana Batur masih dibawah ( sekitar Danau Batur sekarang ) muncullah seorang Pemimpin adat yang sangat sakti yang lasim dipanggil oleh masyarakatnya di Banjar Lebah dengan sebutan nama “ Jero Gede Alitan ) karena saktinya tidak ada msyarakat yang berani menentang, apalagi menentang dipanggil saja sudah sakit . Oleh karena demikian masalahnya oleh anggota masyarakat melaporkan kepada Mekel Banjar Lebah, maunya Jero Gede Alit ini dipanggil oleh Mekel Agung Banjar Lebah untuk dihadapkan kepada forum ( rapat ) masyarakat Banjar Lebah dengan maksudagar Jro Gede Alit tidak mengulangi perbuatan yang serupa . Tapi akhirnya karena Jro Gede Alit juga takut kepada Mekel Agung untuk dihadapkan kedepan forum masyarakat Banjar Lebah beliau kemudian pergi dengan diiringi oleh 11 KK, dari warga masyarakatnya termasuk didalamnya 2 orang peminpin lagi yaitu : Jro Kelih Kartio ( Bendesa Adat Banjar Lebah ) dan Jro Balian Desa pergi bersama – sam untuk menghadap kepada Raja Bangli ( I Dewa Gede Den Benccingah ) untuk bisa diterima sebagai abdi Kerajaan . Kepergian beliau menghadap Raja Bangli belumdiketahui oleh masyarakat Banjar Lebah maka setelah 35 hari lamanya beliau tidak juga kembali ke Banjar Lebah. Dan Mekel Agung mengambil keputusan untuk mengutus masyarakatnya pergi mencari Jro Gede Alitan . Dengan menyebar kesegala Penjuru diantaranya ada yang diguliang, ke Ponggang, ke Temaga dan ada juga yang ke Bangli. Akhirnya dari utusan yang ke Banglilah yang mempunyai Jro Balian ada disana ( di Bangli ) . Dalam pernyataan nya Jro Gede Alitan tetap pada pendiriannya tidak mau kembali ke Batur. Oleh karena itu Raja Bangli mengutus Jro Gede Alitan untuk pergi keBarat Laut dari Kota Bangli sekarang yang cocok sebagai tempat pemukiman . Perintah tersebut diterima oleh Jro Gede Aliatan sambil menangis, kemudian sampai beliau di Gunung Sari ( Tanggahan Gunung sekarang ) disana beliau dipelihara ( dirumrum ) oleh Mekel Wangun. Selama disana beliau mendirikan tempat persembahyangan ( Merajan ) yang sekarang dikenal dengan nama Pura Bukutan ( Sekarang ) dan juga sebagai peletak dasar bangunan Pura Bale Agung Desa Adat Seribatu di Tanggahn Gunung . Kemudian setelah 2 tahun beliau tinggal di Gunung Sari yang mempunyai keadaan Daerah persawahan, dan anehya bahwa beliau kemudian pergi kearah Utara dan tiba diantara perbatasan Dusn / Banjar Serai dengan Seribatu sekarang. Disana beliau mengadakan perjanjian dengan Mekel Kembangmerta bahwa Daerah yang ke Utara menjadi milik Jro Gede Alitan sampai ke Maletgusti sekarang dan Mekel Kembangmerta menguasai daerah bagian Selatan. Sebagai tanda persahabatan maka kedua pemimpin ini sama – sama menanam andong merah ( andong bang dalam bahasa balinya ) maka sekarang dapat dibuktikan bahwa tempat itu ada dua buah Pura Penyungsungan dengan kedudukan yang sejajar sebagai tanda batas wilayah Desa Adat. Karena keberadaan beliau sebagai orang yang sakti, maka setiap sudut wilayah Desa Adat Seribatu yang dulu bernama “ Batu Sari “ dibatasi oleh Pura yang keberadaannya sangat keramat.Dalam perkembangan sejarah selanjutnya nama “ Batu Sari “ pada jaman penjajahan Belanda diganti dengan nama “ Seri Batu “ karena Belanda mengeluarkan peraturan tidak boleh masing – masing KK memiliki dua daerah domisili yang terpisah antara di Seribatu dengan Gunung Sari, maka terpaksa dibagi dua yang kemudian di Gunung Sari terdapat ayah gede dan diSeribatu terdapat 33 ayah gede + 8 ayah karang. Selanjutnya setelah Jero Gede Altan menguasai daerah Batu Sari kemudian diutuslah masyarakatnya untuk menuntut bagian ke Batur . Oleh pejabat Desa Adat Batur ketika itu diserahkan tanah berupa Laba Pura di Tirta Mampeh dan sebagian ( separoh ) gong peturun bernama Batu Sungkeb Keben dalam bentuk bebonangan, dan sebagai bukti yang nyata masih ada sampai sekarang bahwa adat istiadat yang berlaku di Desa Adat Seribatu sama dengan yang ada di Batur sekarang.
5 Dusun / Banjar Mancingan
Bukti autentik mengenai sejarah asal usul Dusun/ banjar Jeruk Mancingan sampai sekarang belumdidapatkan fakta yang cukup meyakinkan untuk percaya sebagai sumber / data penunjang namun berdasarkan informasi yang berhasil penulis pantau dari penuturan seorang yang cukup tua bernama I Wayan Rieg ( Mantan Bendesa Adat Jeruk Mancingan ) menceritakan bahwa pada waktu kerajaan Bangli diperintah oleh I Dewa Gede Alit terjadi pertentangan antara Kerajaan Bangli dengan Kerajaan Gianyar . Dimana Kerajaan Bangli ingin merebut daerah kekuasaan Kerajaan Gianyar bagian Utara yaitu termasuk daerah Tampaksiring , namun maksud tersebut belum terwujud karena Kerajaan Tampaksiring keadaannya cukup kuat . Kemudian waktu itu pula terjadi perselisihan bahwa antara Meke l Manukaya dengan Mekel Dusun / Banjar Mancingan Gianyar yang bernama “ I Made Rendeh “, Ia merasa kurang puas dengan Mekel Manukaya yang suka mengadukan masalahnya kepa Raja Tampaksiring dan hal itu diketahui oleh Mekel I Made Rendeh yang membuatnya beliau tersinggung dan melarikan diri untuk meminta perlindungan pada Raja Bangli ( I Dewa Gede Taman ) yang selanjutnya beliau berbalik haluan memihak Raja Bangli dengan diringi oleh 23 KK , warganya serta diberikan tempat tinggal oleh Raja Bangli didaerah perbatasan antara Dusun Kembangmerta ( sebelah Utara ) dengan Songlandak ( Selatan ) yang selanjutnya daerah ini disebut Mancingan Karena untuk mengenang , bahwa leluhur masyarakat Dusun Mancingan berasal dari Dusun Mancingan Gianyar ( disebelah Timur Tampaksiring sekarang ). Maksud Raja Bangli menempatkan I Made Rendeh anak buahnya di daerah perbatasan tersebut adalah untuk memudahkan melakukan serangan kepada Raja Tampaksiring , karena kenyataannya Raja Tampaksiring cukup kuat maka tetap Tampaksiring tidak bisa dikuasai selanjutnya karena di Dusun Mancingan wilayahnya sangat sempit ( sudah kepenuhan ) maka oleh Raja Bangli diberikan daerah di Jeruk . Itulah sebabnya sekarang ada dua Jeruk Utara wilayah Desa Penglumbaran. Dengan demikian walaupun letaknya sekarang terpisah antara Mancingan dengan Jeruk tetapi merupakan satu Desa Adat yang selanjutnya lasim disebut Dusun Jeruk Mancingan .
Secara Geografis pada mulanya Dusun / Banjar Maletgusti merupakan satu daerah dengan Malettengah ( Malet Gede ), Malet Kutemesir dan Malet Delod ( Malet wilayah Desa manukaya ) secara etimologi kata Malet berasal dari kata “ Air Malet “ dengan bukti historis diketemukannya sebuah Lingga yang bergambarkan dua telapak kaki dan terdapat di Pura Penataran Malet Gede ( Tengah ) Desa Tiga sekarang . Mengenai arti dari tulisan ini sampai sekarang belum ada informasi bisa menterjemahkan utamanya dai Dinas Purbakala . Oleh karena itu Pura Puseh yang ada di Dusun Maletgusti sekarang sebenarnya dimiliki oleh Tiga wilayah Dusun Malet tersebut , sebab dusun Malet Gede tidak ada Pura Pusehnya. Namun jika ditinjau dari sejarah leluhurnya masyarakat Maletgusti mempunyai sejarah tersendiri . Berdasarkan informasi yang berhasil penulis dapatkan dari orang tua yang bernama I Dewa Aji Soka , I Gusti Nyoman Mangku , I Dewa Nyoman Ngurah serta I Gusti Merta ( tokoh masyarakat ) bahwasannya awal mula asal mula asal leluhurnya adalah beasal dari Puri Pemecutan Denpasar yang diutus oleh Raja Denpasar untuk menjadi Patih di Taman Bali yang bernama I Gusti made Cerancam yang mengikuti adiknya yang diambil oleh Raja Taman Bali Beliau merupakan salah seorang tokoh seni yang mengajarkan kesenian di Kerajaan Tampaksiring sampai mendapat hadiah berupa seorang wanita yang tidak begitu cantik . Selanjutnya beliau oleh Raja Tamanbali diutus sebagai Patih di Asti. Setelah berada di Asti Raja Tampaksiring merasa iri hati terhadap beliau karena punya istri cantik. Oleh karena itu Raja Tampaksiring membikin siasat dengan menyewa Pasek Trunyan untuk membunuh beliau.Usaha tersebut berhasil dan beliau dikuburkan ( dipendam ) dan meninggalkan dua orang putra yaitu I Gusti Putu Merta dan I Gusti Ayu Made Sari. Selanjutnya asti ditaklukan oleh I Gusti Panji Maruti ( Buleleng ) dan mengungsilah beliau ke Dusun Buungan ( Desa Tiga sekarang ) dengan berbekalkan buah wani yaitu sesuai dengan isyarat yang diterima ketika di Asti dimana berjumpa tanah warna merah disanalah wani itu ditanam sehingga tumbuhlah pohon wani yang umurnyapun sudah cukup tua yaitu di Pura dalem Pingit Buungan sekarang.
Dalam pelarian ini kedua kakak beradik diiringi oleh 200 panjak ( yang sekarang lasim disebut gebog satak ) dan selanjutnya karena di Buungan sudah penuh maka Raja Bangli ( I Dewa Ayu Den Bencingah ) memberikan Daerah di Tiga sekarang . Dalam perkembangan selanjutnya I Gusti Ayu Sari tidak punya Putra sedangkan kakaknya I Gusti Putu Merta punya dua orang putra yang masing – masing bernama I Gusti Ngurah Bebed dan adiknya I Gusti Ngurah Gede , yang tetap tinggal di Desa Tiga . Selanjutnya karena di Desa Tiga juga kepenuhan, maka oleh Raja Bangli ( I Dewa Gede Taman ) diberikan I Gusti Ngurah Bebed dengan warga berjumlah 7 KK daerah wilayah yang terletak disebelah Barat Dusun Seribatu. Dari 7 KK penduduk yang menyertainya itu adalah : I Gusti Made Tinggal, I Gusti Putu Giri, I Gusti Ngurah Rantun, I Gusti Putu Sek, I Gusti Made Darma, I Gusti Nyoman Tunas dan I Gusti Made Tuun. Dan terkhir datanglah warga dari kelompok kesatria keturunan I Dewa Kandel Pemayun dari Puri Pejeng yang semula pindah pemukimannya di Manik Tawang Tampaksiring yang bernama I Dewa Gede Laca. Begitu I Dewa Gede Laca menghadap Raja Bangli untuk memperoleh tempat pemukiman baru diberikan tempat di Tiga ( yaitu tempat balai dusun sekarang ).Dan oleh I Dewa Gede Laca tidak diterimanya.Akhirnya Raja Bangli I Dewa Gede Laca untuk pergi ke Barat Laut di tempat pemukiman 7 KK, yang dipimpin : I Gusti Ngurah Bebed , karena I Dewa Gede laca satu – satunya kesatria ditempat itu oleh Raja Bangli ditugaskanlah beliau sebagai pengerajeg ( penegak Dusun Maletgusti ) dan diangkatlah sebagai Kepala Dusun / Banjar . Kenyataan sekarang karena mayoritas penduduknya dari Warga Gusti masih tetap mengikuti adat istiadat Tiga dan kesatrianya masih tetap mengikuti adat istiadat Pejeng.