Senin 13/05 bertempat di alun - alun Kota Bangli dilaksanakan Pawai Budaya dalam rangka Hut Kabupaten Bangli yang ke 820. Dalam kesempatan tersebut Desa Penglumbaran mendapatkan Pawai Gebogan buah. Yang dimana Gebogan merupakan sesaji yang sering digunakan orang Bali untuk upacara keagamaan. Gebogan secara umum dibentuk dengan tumpukan buah berbentuk gunung yang diatasnya diisi dengan hiasan bunga dan janur. Gebogan pun kini juga sering dilombakan dalam upaya pelestarian warisan budaya. Makna atau filosofi Banten Gebogan juga terlihat dari bentuknya yang menjulang seperti gunung, makin ke atas makin mengerucut (lancip), dan di atasnya juga diletakkan canang dan sampiyan sebagai wujud persembahan dan bhakti ke hadapan Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta. Gebogan biasanya diusung oleh para ibu-ibu dan gadis-gadis Bali untuk dihaturkan ke pura saat upacara piodalan atau upacara dewa yadnya lainnya sebagai bentuk rasa syukur atas berkat yang telah diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi Tuhan Yang Maha Esa. Ukurannya gebogan secara keseluruhan pun bermacam-macam, mulai dari setengah meter hingga satu meter. Tinggi rendahnya Gebogan tergantung dari keiklasan dan kemampuan dari masing-masing individu membuat Gebogan, karena nilai dari sebuah Gebogan tidaklah diukur dari tinggi atau rendahnya akan tetapi dari keiklasan hati dalam menunjukkan rasa syukur. Dan selebihnya merupakan bentuk pengapresiasian sení.
Sesajen atau banten jenis ini hadir hampir di setiap Panca Yadnya berskala besar. Namun, telah terjadi pergeseran etika pembuatan gebogan ini. Beberapa aturan dasar mulai ditinggalkan seiring perkembangan zaman dan alasan kepraktisan.
Misalnya, mulai banyak ditemukan gebogan yang memasukkan minuman instan dan kalengan. Jaja gipang (kue ketan kering yang digoreng) digantikan kue brownies dan bolu. Buah-buahan produksi lokal juga hilang dari susunan gebogan dan tergantikan buah-buahan impor.
Memang, bentuk atau konsep gebogan semacam itu tidak ada artinya dibandingkan ketulusikhlasan ketika mempersembahkan. Akan tetapi, penting bagi umat Hindu Bali mengetahui etika pembuatan gebogan yang diwariskan leluhur dan sesuai tattwa agama.