Umat Hindu memiliki aneka ragam hari besar yang dirayakan setiap tahun, salah satunya Hari Raya Galungan. Hari Raya Galungan dirayakan oleh umat Hindu setiap enam bulan Bali (210 hari), tepatnya pada hari Buddha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan). Tahun ini, Hari Raya Galungan jatuh pada 4 Januari 2023, yang diperingati sebagai hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan). Hari Raya Galungan juga merupakan hari di mana umat Hindu memperingati terciptanya alam semesta beserta seluruh isinya. Dalam perayaan Galungan, umat Hindu melakukan ibadah dan rangkaian prosesi ritual, misalnya melaksanakan penyucian diri secara lahir dan batin, lalu memberikan sesajen kepada Sang Hyang Widhi, guna meminta keselamatan.
Asal-usul Galungan Galungan diambil dari bahasa Jawa Kuno yang berarti bertarung. Masyarakat Bali juga biasa menyebutnya “dungulan”, yang artinya menang. Menurut mitos yang dipercaya umat Hindu, dahulu di Bali ada seorang raja angkara murka bernama Mayadenawa. Raja yang dipercaya memiliki kesaktian ini kerap melakukan kejahatan semasa hidupnya. Merasa sebagai raja yang paling sakti, Mayadenawa memerintahkan rakyat hanya menyembah dirinya dan melarang menyembah para dewa, bahkan beribadah ke pura. Akibat sikap Mayadenawa dianggap kelewat batas, seorang pemuka agama bernama Mpu Sangkul Putih bersemedi untuk meminta petunjuk dari Yang Maha Kuasa. Ia lantas mendapat pesan harus pergi ke Jawa Dwipa atau India guna meminta bantuan. Mpu Sangkul pun segera berangkat untuk meminta bantuan. Konon, Mpu Sangkul mendapat bantuan dari Dewa Indra, dewa yang menguasai cuaca. antara Mpu Sangkul dan Mayadenawa terjadi pertempuran sengit, yang berujung kekalahan Mayadenawa, meski sudah melakukan berbagai tindakan licik supaya bisa mengalahkan lawannya. Berdasarkan dari mitologi inilah, Hari Raya Galungan dirayakan untuk menandai hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).
Sejarah perayaan Galungan di Bali Sejarah perayaan Galungan tidak dapat dipastikan, baik siapa yang merayakan lebih dulu dan kapan pertama kali diadakan. Sebelum populer di Bali, Hari Raya Galungan diduga telah dirayakan oleh umat Hindu di seluruh Indonesia. Menurut lontar Purana Bali Dwipa, Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan pada tahun 882.. Inti dari Galungan adalah manusia diharuskan bisa mengendalikan nafsunya, terutama nafsu buruk yang nantinya dapat mengganggu ketenteraman hidup. Menurut kepercayaan umat Hindu, hawa nafsu manusia terbagi menjadi tiga kala, yaitu: Kala Amangkutat (nafsu ingin berkuasa) Kala Dungulan (nafsu ingin merebut milik orang lain) Kala Galungan (nafsu ingin selalu menang dengan melakukan segala cara) Selain itu, Galungan juga memiliki makna ucapan syukur umat Hindu atas semua berkat yang sudah mereka terima dari Yang Maha Kuasa dengan terciptanya alam semesta beserta seluruh isinya. Selain itu, di Bali, perayaan Hari Raya Galungan identik dengan pemasangan penjor yang menghiasi tepi jalan. Penjor adalah bambu yang dihias sedemikian rupa sesuai tradisi masyarakat Bali setempat.